Sepucuk Surat Buat Ibu Suri

Sabtu, 19 Mei 2012


Mak,
Ini hari ulang tahunmu. Jika engkau masih bersama kami, kita akan merayakan ulang tahunmu yang ke-87, hari ini.

Aku masih ingat ketika merayakan ulang tahunmu terakhir, yang ke-77, aku rela membolos mengajar demi dapat merayakan ulang tahunmu saat itu. Engkau memuji cake buatanku sebagai kue paling enak sedunia.


Saat itu, kita berkumpul. Mata tuamu bersinar bahagia menyaksikan anak cucumu tumbuh dalam keakraban persaudaraan. Bahkan di saat lain, engkau sering mengatakan, kebahagiaanmu di hari tua adalah menyaksikan keakraban cucu-cucumu yang hangat mesra laiknya satu ibu, bukan satu ompung.

Mak,
Kami, anak-anakmu tak pernah dapat menghadiahimu dengan gelimang materi, tetapi tetap saja engkau mengaku sebagai orang yang paling berbahagia. Engkau selalu mengatakan, bahwa engkau bahagia memiliki kami, anak-anakmu. Padahal hidupmu sangat pahit dalam membesarkan dan memelihara kami yang selusin jumlahnya ini, karena kekasihmu yang sangat engkau cintai dan bangga-banggakan itu terlalu cepat meninggalkanmu, menjandakanmu.

Dengan kedua tanganmu, engkau besarkan kami. Dengan kasih sayangmu, engkau tata hidup kami.

Mak,
Seperti namamu - SURI, sungguh engkau memang menjadi teladan bagi kami. Ajaranmu, untuk hidup sederhana dan jujur, tetap kami jalankan teguh dan tetap kami sampaikan ajaran itu kepada anak-anak kami.


Mak,
Di saat-saat terakhirmu, masih kuingat betul, saat itu aku ucapkan kata-kata perpisahan dengan perasaan yang hancur tak karuan, "Mak, jika sudah ingin pergi, pergilah, aku ikhlas, biarlah kami yang ditinggal menanggung rindu. Namun sebelumnya, maafkanlah semua salahku. Kusadari aku tak pernah cukup berbakti". Engkau yang saat itu tak lagi bisa berkata-kata, hanya menggenggam erat tanganku, seolah menjawab kata-kataku.
Dan benar, Mak. Tak pernah pupus kerinduanku kepadamu sampai hari ini. Senyummu yang sangat manis, tutur katamu yang tak pernah kasar, selalu terbayang dan terngiang. 

Begitu juga perjuanganmu membesarkan kami, menjadi inspirasi buatku untuk aku teladani selalu. Aku ingin anak-anakku bangga beribukan aku, seperti aku bangga beribukan engkau.

Mak,
Masih banyak yang ingin aku tuliskan, tapi dadaku sudah sangat sesak dengan air mata.
Aku yakin, engkau lebih bahagia kini, berkumpul lagi bersama kekasihmu di taman surgawi.

Mak,
Biar aku nyanyikan lagu yang sering engkau nyanyikan dulu, jika engkau rindu pada kekasihmu,

Na sonang do hita na dua
Saleleng au rap dohot ho

Nang ro dinasari matua
Sai tong ingotonku do ho

Hu peop sude denggan ni basam
Hu boto tu au do roham....

(Mak, anak-anakmu masih suka menyanyikan lagu ini, meski setiap kali ada air mata di pipi. Air mata kerinduan)


Aku, Dee, siampudanmu.

catatan:
na sonang do hita na dua: betapa bahagianya kita berdua
saleleng au rap dohot ho: selamanya aku ada bersamamu

nang ro dinasari matua: ketika hari tua datang menjelang
sai tong ingotonku do ho: engkau selalu ada dalam ingatanku

hupeop sude denggan ni basam: kugenggam semua indah tutur katamu
huboto tu ahu do roham: aku tahu, hatimu hanya untukku


siampudan: bungsu



Tj. Morawa, 06/ Agustus/ 2010

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Ruang Komentar

Bunga Kesayangan

Bunga Kesayangan

Popular Post

 
Copyright © Ruang-ruang Hati