Tebu

Sabtu, 06 April 2013


Ini tebu, ya, ini tebu.
Waktu aku kecil, aku suka sekali makan tebu. Tebu adalah pilihan saat lelah bermain dengan teman-teman.
Ada sensasi dan terasa lebih nikmat jika kulit tebu tidak dikupas dengan pisau sebelum di makan.
Aku punya cara asyik menikmati tebu manis yang ditanam ibu. Tebu yang panjang kurebahkan lalu kupatahkan dengan kaki dan untuk memotongnya menjadi beberapa bagian, kugunakan lututku buat memotongnya. Tebu yang sudah menjadi beberapa bagian itu kukuliti dengan gigiku. Srek…srek…srek… Begitu suaranya. Lalu, pletaaak… Terpisahlah sepotong tebu yang langsung bersuara sret…sret…sret di mulutku.

Duhai demikian seksi.
Setelah kenyang dan haus pun hilang, sepah tebu di mulut tak langsung dibuang, melainkan dijadikan ‘susur’ buat membersihkan gigi.
Ritual ini diakhiri dengan suara, ‘theh…theh…theh’, saat bibir membersihkan serpihan sepah di mulut.
Sekarang, cara itu hampir tak kulakukan lagi, bukan karena gigiku sudah ngga ‘tedas’ melainkan aku ingin menikmatinya dengan cara ‘yang lebih sopan saja’. :D
Tulisan ini lahir karena iseng saja. Saat membersihkan halaman pagi ini, aku melihat tebu sudah sangat panjang-panjang. Anak-anakku tak tertarik buat menikmatinya. Kalau ingin air tebu, mereka tinggal beli. Langsung dapat air tebu yang dingin, begitu kata mereka.
Ah, aku tak tahu, apa aku yang ‘primitif’, cuma di dalam hatiku menyayangkan, sungguh anak-anakku dan mungkin juga anak-anak zaman sekarang telah kehilangan satu momen seksi yang begitu dekat dengan alam…!


Entahlah….

...................
15mare2013

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Ruang Komentar

Bunga Kesayangan

Bunga Kesayangan

Popular Post

 
Copyright © Ruang-ruang Hati